Pasca Pilpres 2024 telah menjadi periode yang menarik bagi politik Indonesia, terutama dengan dinamika yang melibatkan kedua figur utama, Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi). Satu aspek yang menarik untuk diamati adalah seberapa nyaman Prabowo dalam dinamika politik pasca-pemilihan dan bagaimana hubungannya dengan Jokowi.

Sebelum bahasan lebih lanjut, perlu dicatat bahwa meskipun sengketa Pilpres masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), Prabowo sudah mulai menerima tawaran untuk posisi di pemerintahan. Sejumlah partai, seperti Golkar, PAN, Demokrat, PSI, dan lainnya, mulai menyodorkan kursi menteri kepada Prabowo dan partainya. Isu jatah kursi menteri ini menjadi topik hangat, dengan klaim dari masing-masing partai atas kontribusi mereka dalam pemilu, termasuk dari segi suara Pileg.

Dari Golkar, isu mengenai penodongan 4-5 kursi menteri lengkap dengan "Menteri Utama" mencuat. Wajar jika klaim mereka paling besar karena kontribusi mereka dari suara Pileg tertinggi kedua setelah PDI Perjuangan. Partai lain seperti PAN dan Demokrat juga tak ketinggalan dengan isu jatah 3 kursi menteri, di mana masing-masing ketua umum harus menjadi Menteri Koordinator.

Yang menarik adalah peran Jokowi dalam dinamika ini. Ada laporan yang menyebutkan bahwa Jokowi juga ikut menyodorkan orang-orang terdekatnya untuk ditempatkan di dalam kabinet Prabowo-Gibran, termasuk Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) saat ini, Pratikno. Tujuan dari penempatan orang-orang dekat Jokowi ini diyakini untuk memberikan bimbingan kepada Gibran, yang masih muda dan kurang berpengalaman.

Meskipun demikian, bahasa yang digunakan oleh Gibran mengindikasikan bahwa peran Jokowi dalam hal ini hanyalah memberikan masukan. Namun, pertanyaannya adalah sejauh mana masukan tersebut didengar, dan apakah terlalu banyak campur tangan dari Jokowi akan mengganggu Prabowo.

Tentu, dinamika ini agak rumit mengingat Jokowi secara publik telah mendukung penuh Prabowo. Namun, dalam politik, kepentingan bisa menjadi faktor yang sangat kuat. Meskipun Jokowi telah menyepakati beberapa permintaan dari Prabowo, seperti penunjukan sebagai Menteri Pertahanan dan proyek Food Estate, namun bukan tidak mungkin bahwa kepentingan Prabowo juga memiliki bobot yang signifikan.

Prabowo dan Jokowi mungkin telah memiliki deal-deal tertentu, tetapi belum tentu Prabowo akan membiarkan dirinya diatur sepenuhnya oleh Jokowi dalam penentuan kursi kabinet dan arah kerjasama mereka. Begitu juga sebaliknya, Jokowi mungkin harus memastikan bahwa masa depan anak sulungnya, Gibran, tidak terganggu oleh dinamika politik pasca-pensiunnya.

Kedua tokoh ini tentu telah mempersiapkan skenario untuk kemungkinan terburuk, termasuk jika salah satu dari mereka melenceng dari kesepakatan yang telah dibuat. Prabowo, dengan rekam jejaknya di militer, mungkin memiliki pandangan bahwa urusan Jokowi terlalu kecil untuk diatur sepenuhnya olehnya.

Namun, tentu saja, politik adalah arena yang dinamis, dan apa yang akan terjadi selanjutnya tetap menjadi misteri. Apakah Prabowo akan benar-benar nyaman dengan peranannya dalam dinamika politik pasca-Pilpres, dan sejauh mana Jokowi akan terlibat dalam pembentukan kabinet Prabowo-Gibran, hanya waktu yang akan menjawabnya.

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar

Luncurkan toko Anda hanya dalam 4 detik dengan 
 
Top